Sejarah Kesultanan Ternate dalam Menghadapi Penjajahan Portugal, Spanyol dan Belanda, Tahun 1257
Pada awal suku Ternate dipimpin oleh para momole.
Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yg
disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara
total oleh kerajaan & penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano & menggantinya dengan gelar Sultan.
Para ulama menjadi figur penting dlm kerajaan. Setelah Sultan sebagai
pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu [perdana menteri] & Fala
Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah ialah empat klan
bangsawan yg menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi
para momole pada masa lalu, masing -masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka
antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito & Tamadi. Pejabat
-pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan -klan ini. Bila
seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah
satu klan. Selanjutnya ada jabatan -jabatan lain Bobato Nyagimoi se
Tufkange [Dewan 18], Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll.
Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate. Pulau
Gapi [kini Ternate] mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate
awal merupaken warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat
4 kampung yg masing-masing dikepalai oleh seorang momole [kepala
marga], merekalah yg pertama -tama mengadakan hubungan dengan para
pedagang yg datang dari segala penjuru mencari rempah -rempah.
Penduduk Ternate semakin heterogen dengan
bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu & Tionghoa. Oleh karena
aktivitas perdagangan yg semakin ramai ditambah ancaman yg sering datang
dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona
diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yg lebih kuat &
mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Tahun 1257 momole
Ciko pemimpin Sampalu terpilih & diangkat sebagai Kolano [raja]
pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo [1257-1272].
Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yg dlm
perkembangan selanjutnya semakin besar & ramai sehingga oleh
penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar [belakangan
orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama]. Semakin besar & populernya
Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan
Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi
penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yg hanya
berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yg berpengaruh &
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku. Kerajaan Gapi atau
yg kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate [mengikuti nama
ibukotanya] ialah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku &
merupaken salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara.
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate
memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13
sampai abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh
abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah & kekuatan militernya.
Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi
utara, timur & tengah, bagian selatan kepulauan Filipina sampai
sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.
Kerajaan di Maluku Ternate, Tidore, Jailolo, Bacan, Obi & Loloda
Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tak 5 kerajaan lain yg
memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi & Loloda. Kerajaan
-kerajaan ini merupaken saingan Ternate memperebutkan hegemoni di
Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi
yg mengesankan, & untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate
mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati & memperbesar
kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai
musuh bersama sampai memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yg berlarut -larut, raja Ternate ke-7
Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo [1322-1331]
mengundang raja -raja Maluku yg lain untuk berdamai & bermusyawarah
membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond.
Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan ialah
penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena
pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yg terkuat maka disebut juga
sebagai persekutuan Moloku Kie Raha [Empat Gunung Maluku].
Sejarah Islam di Maluku
Tak ada sumber yg jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di
Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya
kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat
banyaknya pedagang Arab yg telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa
raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian
mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan.
Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk
Islam pertengahan abad ke-15. Kolano Marhum [1465-1486], penguasa
Ternate ke-18 ialah raja pertama yg diketahui memeluk Islam bersama
seluruh kerabat & pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum ialah
puteranya, Zainal Abidin [1486-1500].
Beberapa langkah yg diambil Sultan Zainal Abidin ialah meninggalkan
gelar Kolano & menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai
agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga
kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.
Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara
total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yg pertama di
Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan
berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai
“Sultan Bualawa” [Sultan Cengkih].
Perkembangan Ternate & Kedatangan Portugal
Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di
Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan,
Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang
bukan semata -mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan
rempah -rempah Pala & Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu
mereka harus menaklukkan Ternate.
Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah [1500-1521], Ternate semakin
berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik
pembuatan perahu & senjata yg diperoleh dari orang Arab & Turki
digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang
orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo [Ludovico Varthema]
tahun 1506.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yg masih sangat
belia. Janda sultan, permaisuri Nukila & Pangeran Taruwese, adik
almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yg asal Tidore
bermaksud menyatukan Ternate & Tidore dibawah satu mahkota yakni
salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat [kelak Sultan Dayalu]
& pangeran Abu Hayat [kelak Sultan Abu Hayat II]. Sementara pangeran
Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugal
memanfaatkan kesempatan ini & mengadu domba keduanya sampai pecah
perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan
pangeran Taruwese didukung Portugal.
Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati &
dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan
& dengan pengaruh yg dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan
untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan
Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah & dibuang
ke Goa -India. Disana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani
perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen & vasal
kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan
Khairun [1534-1570].
Perang Pengusiran Portugal dari Ternate
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang
pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat,
selain memiliki benteng & kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka
juga memiliki sekutu -sekutu suku pribumi yg bisa dikerahkan untuk
menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh & Demak yg terus mengancam
kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala
bantuan sampai terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun.
Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan
Khairun ke meja perundingan & akhirnya dengan kejam membunuh Sultan
yg datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun
semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan
seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan & perjuangan Sultan
Baabullah [1570-1583], pos-pos Portugal di seluruh Maluku & wilayah
timur Indonesia digempur, sesudah peperangan selama 5 tahun, akhirnya
Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan
rakyat Ternate ini merupaken kemenangan pertama putera-putera nusantara
atas kekuatan barat.
Perlakuan Portugal terhadap saudara -saudaranya membuat Sultan
Khairun geram & bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak
-tanduk bangsa barat yg satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yg
akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan
Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan
terkuat & pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh
& Demak sesudah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya
membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di
Nusantara.
Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan,
wilayah membentang dari Sulawesi Utara & Tengah di bagian barat
sampai kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina [Selatan]
dibagian utara sampai kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan
Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yg semuanya berpenghuni
[sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72
pulau tersebut] sampai menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan
islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh & Demak yg
menguasai wilayah barat & tengah nusantara kala itu. Periode
keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 & 15 entah sengaja atau
tak dikesampingkan dlm sejarah bangsa ini padahal mereka ialah pilar
pertama yg membendung kolonialisme barat.
Kedatangan Belanda ke Maluku
Kekalahan demi kekalahan yg diderita memaksa Ternate meminta bantuan
Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan
imbalan yg amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai
Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak
monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol.
Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yg
merupaken benteng pertama mereka di nusantara.
Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yg telah
bersatu dengan Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku
dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat
kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao
untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil
ditawan Spanyol & dibuang ke Manila.
Sejak awal hubungan yg tak sehat & tak seimbang antara Belanda
& Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa & bangsawan
Ternate. Diantaranya ialah pangeran Hidayat [15??-1624], Raja muda Ambon
yg juga merupaken mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yg
menentang kedudukan sultan & Belanda. Ia mengabaikan perjanjian
monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah -rempah kepada pedagang
Jawa & Makassar.
Kejatuhan Ternate & Perlawanan Rakyat Maluku Penjajahan Belanda
Semakin lama cengkeraman & pengaruh Belanda pada sultan -sultan
Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yg
merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yg kurang ajar
& sikap sultan yg cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua
kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yg
dikobarkan bangsawan Ternate & rakyat Maluku.
Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan & mengatrol harga rempah
yg merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar -besaran pohon
cengkeh & pala di seluruh Maluku atau yg lebih dikenal sebagai Hongi
Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin
oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan
Ternate -Hitu -Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku
Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap & dieksekusi mati
bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu
dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali &
Tolukabessi sampai 1646.
Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate
& Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah
[1648-1650,1655-1675] yg terlampau akrab & dianggap cenderung
menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan
Mandarsyah. Tiga di antara pemberontak yg utama ialah trio pangeran
Saidi, Majira & Kalumata.
Pangeran Saidi ialah seorang Kapita Laut atau panglima
tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira ialah raja muda Ambon
sementara pangeran Kalumata ialah adik sultan Mandarsyah. Saidi &
Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran
Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar.
Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta
& mengangkat Sultan Manilha [1650–1655] namun berkat bantuan Belanda
kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan
Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam sampai
mati sementara pangeran Majira & Kalumata menerima pengampunan
Sultan & hidup dlm pengasingan.
Sultan Muhammad Nurul Islam atau yg lebih dikenal dengan nama Sultan
Sibori [1675 -1691] merasa gerah dengan tindak -tanduk Belanda yg
semena-mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman
penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang
maksimal karena daerah -daerah strategis yg bisa diandalkan untuk basis
perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yg
dibuat para pendahulunya. Ia kalah & terpaksa menyingkir ke
Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani
perjanjian yg intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen
Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara
berdaulat.
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate
berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda.
Dengan kemampuan yg terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu
menyokong perjuangan rakyatnya secara diam -diam. Yang terakhir tahun
1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah [1896-1927] menggerakkan perlawanan
rakyat di wilayah -wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai
dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.
Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada & Kao dibawah pimpinan Kapita
Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit
Belanda yg tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka
diobrak -abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan
yg lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil
dipatahkan, kapita Banau ditangkap & dijatuhi hukuman gantung.
Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dlm pemberontakan ini
oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal
23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari
jabatan sultan & seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung
tahun 1915 & meninggal disana tahun 1927.
Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat
lowong selama 14 tahun & pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu
serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia
Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung
dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yg bisa memicu
pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan
Belanda di Batavia.
Dalam usianya yg kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate
masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan
sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. H.
Mudaffar Sjah, BcHk. [Mudaffar II] yg dinobatkan tahun 1986.
Pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yg panjang masih
terus terasa sampai berabad kemudian. Ternate memiliki andil yg sangat
besar dlm kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi [utara
& pesisir timur] & Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat
istiadat & bahasa. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan
syariat Islam yg diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin
menjadi standar yg diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yg berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dlm mengusir
Portugal tahun 1575 merupaken kemenangan pertama pribumi nusantara atas
kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji
kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi
nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, &
sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan
menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina. Kedudukan Ternate sebagai
kerajaan yg berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate
sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yg berada dibawah
pengaruhnya. Prof E. K. W. Masinambow dlm tulisannya; “Bahasa Ternate
dlm konteks bahasa-bahasa Austronesia & Non Austronesia”
mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap
bahasa Melayu yg digunakan masyarakat timur Indonesia.
Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate.
Bahasa Melayu -Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur
terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah & Selatan,
Maluku & Papua dengan dialek yg berbeda -beda. Dua naskah Melayu
tertua di dunia ialah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada
Raja Portugal tanggal 27 April & 8 November 1521 yg saat ini masih
tersimpan di museum Lisabon -Portugal.
bentuk perlawanan rakyat maluku kolonial spanyol nagarah terkuat reaksi reaksi perlawanan perlawanan rakyat indonesia terhadap bangsa bangsa portugis/ spanyol tahun kesultanan maluku dampak peperangan ternate- portugis siapa raja terkenal dari tidore dan bagaimana perjuangannya mengapa pada akhirnya ternate dan tidore memutuskan untuk bersatu? reaksi rakyat ternate ketika bangsa portugis datang pertama kali siapa raja terkenal di tidore dan bagaimana perjuangannya? kerajaan islam ternate raja tidore pertama yang memeluk islam siapa raja tidore dan bagaimana perjuangannya peranan sultan baabullah masa pemerintahan sultan baabullah raja marhum ternate